Polemik tentang Soekarno dan Pancasila

Sejak usia muda Soekarno telah merasakan pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia. Penderitaan demi penderitaan telah dilewati. Soekarno  dipisahkan dari keluarganya dan dijauhkan dari kerumuman massa yang mengaguminya  Ia menjadi bagian penting dari setiap fase perjalanan sejarah bangsanya. Berbicara sejarah Indonesia berarti berbicara mengenai Soekarno. Begitu dominan tokoh sejarah ini dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sehingga dirinya menjadi sangat istimewa dalam realitas psiko-historis bangsa Indonesia.

Penulisan sejarah Indonesia yang berkaitan dengan nama mantan presiden Republik Indonesia yang pertama, tidak jarang menimbulkan polemik yang berkepanjangan dan sepertinya tidak akan pernah berkesudahan. Misalnya, peranan politik Presiden Soekarno pada tahun-tahun sebelum kejatuhannya akibat Peristiwa Gerakan 30 September surat-surat dari Sukamiskin (surat pengampunan Soekarno kepada pemerintah Hindia Belanda) dan Soekarno bukan satu-satunya pembicara tentang Pancasila sebagai dasar negara. Dan ada kemungkinan polemik tentang diri Soekarno berkelanjutan entah tentang apalaginya Soekarno. Tetapi sekarang saya membahas polemik tentang Soekarno dan Pancasila.

Pada tanggal 1947, pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dipublikasikan oleh Departemen Penerangan dengan nama “Lahirnya Pancasila,” Dan sejak itulah menjadi popular dalam masyarakat Indonesia bahwa Pancasila adalah nama dari dasar negara Indonesia Merdeka, walaupun sebenarnya bunyi rumusan dan sistimatika serta metode berpikir usulan dasar negara Soekarno tidak sama dengan dengan dasar negara yang disahkan dalam Pembukaan UUD 1945. Sebelas tahun kemudian, tepatnya tahun 1958 dan 1959, Presiden Soekarno memberikan kursus-kursus di Istana Negara, Jakarta dan kuliah umum pada Seminar Pancasila di Yogyakarta. Kemudian kumpulan  pidato tersebut beserta pidato Lahirnya Pancasila, 1 Juni  1945 dijadikan buku dengan nama Pancasila sebagai Dasar Negara. Sedangkan peringatan hari lahirnya Pancasula sendiri diadakan pada tahun 1964, setelah DN Aidit mulai mempertanyakan tentang sahnya tidak Pancasila sebagai dasar negara setelah cita-cita persatuan Indonesia tercapai. Dalam umur kesembilan belas Pancasila, 1 Juni 1945 diperingati pertama kalinya. Slogan yang dipergunakan untuk peringatan itu adalah  “Pancasila Sepanjang Massa.”

Sebenarnya peringatan semacam itu tidak berlangsung lama. Sebab sejak kejatuhan Presiden Soekarno, arah jarum jam berbalik. Gelar-gelar yang disandang Soekarno, seperti Pemimpin Besar Revolusi. Penyambung Lidah Rakyat, Wali al-Amri Daruri bis-Sjauka dicopot. Jasa dan peranannya ditiadakan. Dapat dikatakan bahwa pada saat itu sedang berlangsung DeSoekarnoisasi. Mereka yang dahulu menggantungkan gambar-gambar Soekarno di dinding rumah dengan penuh kebanggaan. Terpaksa menyembunyikan di kolong tempat tidur atau gudang, karena dirasuki perasaan takut. Yang dahulu memuja-muja bagaikan dewa, berbalik arah mengutuknya bagaikan setan kalau ada orang Indonesia yang menulis sejarah berkaitan dengan diri Soekarno. Sulit rasanya menghindarkan diri baik secara sengaja maupun tidak dari jiwa zaman pada waktu itu. Soekarno hendak dibuang dalam keranjang sampah sejarah. Dalam wacana-wacana resmi negara, nama Soekarno tidak dikaitkan dengan hari lahirnya Pancasila. Peringatan hari lahirnya Pancasila dilarang .

 

Selengkapnya…..

Tinggalkan komentar